I.PENDAHULUAN
Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman
aromatik merupakan komoditasekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai
industri seperti dalam industri parfum,kosmetika, industri farmasi/obat-obatan,
industri makanan dan minuman. Dalam duniaperdagangan, komoditas ini dipandang
punya peran strategis dalam menghasilkanproduk primer maupun sekunder, baik
untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.Komoditas ini masih tetap eksis walaupun
selalu terjadi fluktuasi harga, namun baik petani maupun produsen masih
diuntungkan.Di Indonesia penggunaan minyak atsiri ini sangat beragam, dapat
digunakanmelalui berbagai cara yaitu melalui mulut/dikonsumsi langsung berupa
makanan danminuman seperti jamu yang mengandung minyak atsiri,
penyedap/fragrant makanan,flavour es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain.
Pemakaian luar seperti untuk pemijatan, lulur, lotion, balsam, sabun
mandi, shampo, obat luka/memar, pewangibadan (parfum). Melalui pernapasan
(inhalasi/aromaterapi) seperti untuk wangi-wangian ruangan, pengharum tissue,
pelega pernafasan rasa sejuk dan aroma lainuntuk aroma terapi.
Pemanfaatan aromaterapi sebagai salah satu
pengobatan dan perawatan tubuh yang menjadi trend “back to nature” sangat
membutuhkan bahan baku yang beragam dan bermutu dari tanaman
aromatik.Keanekaragaman tanaman aromatik yang menghasilkan minyak
atsiridiperkirakan 160-200 jenis yang termasuk dalam famili Labiatae,
Compositae,Lauraceae, Graminae, Myrtaceae, Umbiliferae dan lain-lain. Dalam
dunia perdagangantelah beredar ± 80 jenis minyak atsiri diantaranya nilam,
serai wangi, cengkeh, jahe,pala, fuli, jasmin dan lain-lain, sedang di
Indonesia diperkirakan ada 12 jenis minyak atsiri yang diekspor ke pasar
dunia. Jenis-jenis minyak atsiri Indonesia yang telahmemasuki pasaran
internasional diantaranya nilam, serai wangi, akar wangi,kenanga/ylang-ylang,
jahe, pala/fuli dan lain-lain.Sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi oleh
petani diekspor, pangsapasar beberapa komoditas aromatik seperti nilam (64%),
kenanga (67%), akar wangi (26%), serai wangi (12%), pala (72%), cengkeh (63%),
jahe (0,4%) dan lada (0,9%)dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO, 2004).
Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor minyak atsiri pada
tahun 2002, volume impor mencapai 33.184 ton dengan nilai US$ 564 juta, serta
hasil olahannya (derivat, isolat dan formula) yang jumlahnya mencapai US$
117.199-165.033 juta tiap tahun. Diantara minyak atsiri yang diimpor,terdapat
tanaman yang sebenarnya dapat diproduksi di Indonesia seperti menthol(Mentha
arvensis), Jeringau ( Acorus calamus
) dan minyak anis (Clausena anisata). Oleh sebab itukeanekaragaman minyak
atsiri Indonesia yang bertujuan untuk ekspor maupunberfungsi sebagai substitusi
impor harus ditingkatkan.
II PEMBAHASAN
2.1 jeringau
Tanaman
jeringau (jerangau, dlingo, Acorus calamus) merupakan tumbuhan air. Banyak
dijumpai tumbuh liar di pinggiran sungai, rawa-rawa maupun lahan yang tergenang
air sepanjang tahun, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Oleh masyarakat,
jeringau dibudidayakan dengan cara menanamnya di comberan di halaman samping
atau rumah. Sepintas tanaman jeringau mirip dengan pandan, tetapi daunnya lebih
kecil dan tumbuh lurus seperti pedang. Warna daun hijau tua dan permukaannya
licin. Batang tanaman berada dalam lumpur berupa rimpang dengan akar serabut
yang besar-besar.
Penampang
rimpang sekitar 1 sd. 1,5 cm, sementara akarnya sekitar 3 sd. 4 mm. Rimpang
beruas-ruas dengan tunas pada tiap ruas. Panjang rimpang tergantung umur
tanaman serta tingkat kegemburan lumpur. Pada pertumbuhan optimal, rimpang
jeringau bisa bercabang dan melingkar-lingkar sepanjang 60 sd. 60
cm. Jeringau tumbuh merumpun membentuk satu koloni tanaman yang
makin lama akan semakin melebar. Perkembangbiakannya bisa dilakukan secara
generatif, tetapi hal ini hanya akan terjadi di kawasan yang mendekati sub
tropis. Di kawasan tropis, jeringau berkembangbiak melalui tunas rimpang yang
akan tumbuh menjadi sulur serta individu tanaman baru. Seluruh bagian tanaman,
mulai dari daun, rimpang sampai ke akarnya berbau sangat keras dan khas
jeringau.
Selama ini
masyarakat menanam jeringau di comberan rumah mereka untuk bahan obat
tradisional, misalnya dengan ditumbuk bersama rimpang bengle untuk tapal bayi
(dioleskan di perut), untuk pilis (dioleskan di dahi) pada ibu-ibu sehabis
melahirkan dan lain-lain. Tanaman ini juga merupakan salah satu prasyarat untuk
memulai menanam padi di sawah. Biasanya, ketika mulai menanam padi, lebih-lebih
apabila sawah itu merupakan bukaan baru, maka petani akan menaruh sesaji di
salah satu pojokan tempat asal air. Di situlah jeringau juga ditanam sebagai
penolak bala bersama dengan pandan dan hanjuang merah. Tetapi masyarakat tidak
pernah tahu bahwa jeringau adalah tanaman penghasil calamus oil yang nilai
komersialnya cukup tinggi. Saat ini harga per kg. calamus oil sekitar US $ 100.
Dengan kurs Rp 10.000,- per 1 US $, harga calamus oil sudah mencapai Rp
1.000.000,- per kg. di pasar internasional. Selama ini penghasil calamus oil
terbesar didunia adalah Nepal, disusul oleh India, Pakistan dan beberapa negara
eks Uni Soviet dalam volume yang lebih kecil. Meskipun tanaman ini banyak
terdapat di Indonesia, tetapi belum pernah ada pengusaha yang berminat untuk
membudidayakannya sebagai penghasil calamus oil.
Penggunaan Calamus Oil cukup luas.
Terutama untuk industri parfum dan farmasi. Indonesia juga mengimpor Calamus
Oil. Sesuatu yang sangat ironis sebab tumbuhan ini relatif mudah dibudidayakan
seperti padi di sawah. Umur panennya antara 1 sampai 2 tahun. Hasil rimpang
sekitar 10 ton kering atau 20 ton basah. Nilai rimpang kering berikut akar
untuk disuling ini sekitar Rp 2.000,- Jadi sebenarnya petani lebih untung
menanam jeringau daripada menanam padi. Selama ini penghasil Calamus Oil dunia
adalah Nepal, India dan Rusia. Literatur mengenai jeringau di Indonesia juga
hampir tidak ada. Buku mengenai jeringau pernah ditulis oleh ABD Majoindo pada
tahun 1972 dan diterbitkan oleh Bhratara. Balittro belum pernah melakukan
penelitian terhadap tumbuhan potensial ini. Banyak orang yang menggunakan
kosmetik atau obat berbahan baku Calamus Oil. Tetapi mereka pasti tidak pernah
menyadari bahwa Calamus Oil itu berasal dari jeringau.
Minyak jeringau dalam dunia perdagangan disebut dengan
Calamus oil yang dihasilkan dari tanaman Acarus calamus. Tanaman tingginya
dapat mencapai lebih dari 1 m, hidup liar di tepi-tepi sungai, danau dan
rawa-rawa, dari dataran rendah sampai tinggi. Panjang akarnya 60-70 cm pada
umur lebih dari 1 tahun. Bagian tanaman yang digunakan aalah rimpangnya dengan
cara disuling. Petani di daerah Rangkasbitung ditanam pada tanah podsolik merah
kuning dengan jarak tanam 60×30 cm dan dipanen pada 8 bulan setelah tanam
menghasilkan 15 ton/ha dengan rendemen minyak hanya 0,48%. Sedang petani di
Karanganyar menanam dari klon terpilih dengan jarak tanam 90×60 cm dan di pupuk
kandang 6 ton/ha, dipanen lebih dari 1 tahun dapat meningkatkan hasil 2 kali
lipat dengan rendemen minyak lebih dari 0,50% (Pribadi et al., 2002). Di Eropa
rendemen minyak 0,94-2,2% dan di Jepang dapat mencapai 4,63-6% (Indo, 1972).
2.2 Klasifikasi dan Sifat Kimia
KLASIFIKASI
Tanaman Jeringau ( acorus calamus )
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocoiyledonae
Bangsa : Arales
Suku : AraceaeWarga : Acorus
Jenis : Acorus calamus L.
Nama umum/dagang : Dlingo
Negara
penghasil minyak jeringau adalah India, Jerman, Amerika. Karakteristik minyak
jeringau seperti pada Tabel berikut.
KANDUNGAN KIMIA
2.3 Kandungan kimia
Kandungan
kimia dalam minyak atsirinya adalah asoron, glikosida (akorina), akoretina,
kholin, kalameona, iso kalamendiol, epi isokalamendiol, siobunona, trimetil,
saponin, vitamin C. Khasiatnya sebagai karminaif, spasmolitik dan diaforetik.
Manfaatnya untuk membangkitkan nafsu makan, mulas, nifas, penenang, pencernaan,
radang lambung, kurap (obat luar). Rimpang dan
daun acorus calamus mengandung saponin dan flavonoida,di samping rimpangnya
mengandung minyak atsiri.
2.4 Khasiat
Minyak jeringau dikenal juga
sebagai calamus oil. Biasanya digunakan sebagai obatberbagai penyakit. Penyakit
yang diobati dengan jeringau antara lain maag, diare,disentri, asma dan
cacingan. Selain sebagai obat, minyaknya digunakan sebagai sampodan bahan sabun
karena dapat menghilangkan berbagai penyakit kulit, pemberi citarasa pada
industri minuman, permen, makanan, dan industri parfum. Sebagai insektisida,
minyak jeringau digunakan sebagai pengemulsi. Ekstrak alkohol jeringausangat
berguna sebagai bahan antibakteri. Manfaat lainnya sebagai anti sekresi
dandapat menekan pertumbuhan jaringan perusak pada tubuh.
2.5 Cara Pengolahan
Minyak Jeringau
Dalam tanaman terdapat kelenjer minyak atau pada
bulu-bulu kelenjer. Biasanyaproses difusi berlangsung sangat lambat. Untuk
mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan bahan tanaman
harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus. Pemotongan menjadi
kecil-kecil atau penggerusan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan hingga
difusi dapat terjadi. Peningkatan difusiakan mempercepat penguapan dan
penyulingan minyak atsiri.Kemudian dilakukan proses pengeringan, dimana
pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan
energi panas.Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Pengurangan air baik secara
pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan mengawetkan bahan
pangan dan dapat menjaga mutu bahan pangan tersebut. Pengerjaan utama
penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan minyak atsiri dari bahan
tanaman yang berbau. Minyak atsiri akan keluar setelah uap menerobos
jaringan-jaringan tanaman yang terdapat dipermukaan. Proses lepasnya minyak
atsiri ini hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air
pada jaringan-jaringan tanaman. Pengambilan ekstraksi minyak atsiri dari
tumbuhan dapat dilakukan dengan tigacara yaitu :
·
Penyulingan Air
Dengan cara, bahan yang akan disuling berhubungan langsung
dengan air mendidih.Bahan yang disuling akan mengembang atau menguap di atas
air atau terendamseluruhnya, tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan
yang akan diproses. Air dapat didihkan dengan api secara langsung. Penyulingan
air ini tidak ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung.
·
Penyulingan Uap dan Air
Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air
ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang
yang ditopang diatas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan
diisi dengan sedikit air dimana bahan ditempatkan. Bahan tanaman yang akan
disuling hanya terkena uap dan tidak terkena air yang mendidih.
·
Penyulingan Uap
Dalam penilitian ini,
penulis menggunakan cara ketiga yang dikenal sebagai penyulingan uap atau
penyulingan uap langsung dan perangkatnya mirip dengan kedua alat penyuling
sebelumnya hanya saja tidak ada air dibagian bawah alat. Uap yang digunakan
lazim memiliki tekanan yang lebih besar dari pada tekanan atmosfer dan dihasilkan
dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap yang
dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penyulingan. Menurut G.Bernasconi
( 1995 ) penguapan dan destilasi umumnya merupakan proses pemishan stu tahap.
Pada proses destilasi ini, campuran yang akan dipisahkan dimasukkan kedalam
alat penguap ( umumnya alat penguap labu ) dan dididihkan.Pendidihkan terus
dilangsungkan hingga sejumlah komponen tertentu yang mudah menguap terpisahkan.
Selama pendidihan, fraksi komponen yang sukar menguap dalam cairan bertambah
besar sehingga komposisi destilat yang dihasilkan juga berubah terus.
2.6 Produk Yang Dihasilkan
Hasil
tanaman jeringau dapat dikembangkan sebagai tanaman perdagangan, industri,maupun
obat-obatan. Minyak jeringau atau calamus oil dibutuhkan untuk industrimakanan
(sebagai penambah cita rasa), industri minuman seperti campuran bir,
lemon,anggur, dan lain-lain seperti:
·
Sebagai insektisida biologis
menggunakan akar (rimpang)
·
Produk obat-obatan diindustri
farmasi, karena memiliki aktivitas tranquillizing danantibiotic.
2.7 Peluang Bisnis Budidaya Jeringau
Bagaimanakah
caranya memulai agroindustri jeringau di Indonesia? Biasanya calon investor
penyulingan akan bertanya dengan enteng. "Mana pasarnya?" Kalau
mereka berniat untuk menanam jeringaunya, pertanyaannya adalah, berapa harga
per kg. rimpang kering? Seakan-akan pihak yang memberi informasi
"harus" penjadi pelayan yang bisa memenuhi seluruh keperluan calon
investor tersebut. Padahal, yang namanya pasar itu kalau belum ada harus
diciptakan, atau kalau sudah ada harus direbut. Dalam hal jeringau, kita harus
terlebih dahulu menanamnya. Caranya mudah, kita cari benih jeringau berupa
rimpang dengan pucuknya lalu lahan disiapkan. Budidaya jeringau mirip dengan
budidaya padi di sawah. Untuk tahap awal, dengan 4 X 5 m. (20 m2) lahan sudah
cukup. Jarak tanamnya 30 X 30 cm. Hingga lahan 20 m2 itu akan bisa ditanami
dengan 200 benih. Selama ini masyarakat menjual rimpang jeringau basah tetapi
sudah dicuci dan dibuang akarnya, dengan harga sekitar Rp 350,- per kg. kepada
pengumpul. Pengumpul ini akan menjualnya lagi ke pengusaha jamu. Hingga kalau
kita membeli benih jeringau ini dengan harga Rp 500,- sudah sangat memadai.
Nilai benih yang rasional untuk agroindustri jeringau adalah Rp 50,- sd.
Rp100,- per pucuk. Sebab kebutuhan benih per hektar akan mencapai 100.000 pucuk
dengan nilai Rp 5.000.000,- sd. 10.000.000,-
Umur panen
ideal tanaman jeringau minimal 1 tahun. Akan lebih ideal kalau tanaman dipanen
setelah umur 2 tahun. Dengan hasil sekitar 20 ton rimpang berikut akar pada
umur panen 1 tahun. dan 40 ton pada umur panen 2 tahun. Hingga kalau kita
menanam 20 m2 maka setelah satu tahun hasilnya sekitar 40 kg. rimpang berikut
akar basah. Rimpang ini harus dikering anginkan (setengah kering) hingga
bobotnya akan susut tinggal sekitar 20 kg. Contoh rimpang berikut akar ini bisa
kita kirim ke Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) di Cimanggu,
Bogor. Di sana, contoh rimpang ini akan dicincang lalu disuling dan dianalisis
kualitas minyaknya. Minimal contoh material yang bisa disuling adalah 50 kg.
Seorang pengusaha yang pernah melakukan hal ini, memperoleh hasil rendemen 3,5
sd. 4 %. Berarti dari 100 kg. raw material, akan didapat 3,5 sd. 4 kg. minyak.
Dari 1 hektar lahan, dalam setahun bisa dipanen 20.000 kg rimpang basah berikut
akar yang setelah dikeringkan hanya tinggal sekitar 10.000 kg. Dari hasil ini,
akan diperoleh minyak dengan bobot antara 350 kg. sampai dengan 40 kg. Kalau
nilai terendah tiap kg. calamus oil tersebut Rp 500.000,- maka hasil kotor yang
kita peroleh Rp 175.000.000,- sd. Rp 200.000.000,-
Kalau kita
sudah memiliki sample minyak dengan hasil analisisnya, maka langkah berikutnya
adalah menghubungi pengguna calamus oil di dalam negeri. Misalnya Indo Farma
serta beberapa perusahaan aromatik di Jakarta maupun Semarang dan Surabaya.
Dari sini kita bisa mengetahui berapa volume kebutuhan calamus oil mereka
berikut frekuensi pengiriman, harga yang biasa mereka berikan pada eksportir di
luar negeri, spesifikasi produk, cara mengemas, dan cara pembayarannya. Kalau
ini semua sudah jelas, dibuatlah MOU. Supaya agroindusrti kita lebih aman,
sebaiknya kita menghubungi dan menjalin kerjasama minimal dengan tiga pengguna
calamus oil. Akan lebih baik lagi kalau kita juga menawarkan produk kita ke
pembeli di Singapura atau negara-negara lain. Pembeli minyak asiri dunia ini
bisa kita lacak dengan mudah melalui internet. Biasanya kita juga harus
mengirimkan contoh dengan spesifikasi produk kepada mereka, dan mereka akan
memberikan harga serta volume kebutuhan berikut persyaratan lainnya. Kalau ini
semua sudah beres mulailah kita menyusun program penanaman dengan para petani.
Meskipun
jeringau baru bisa dipanen minimal pada umur 1 tahun, tetapi tiap 3 bulan kita
bisa memanen anakannya untuk keperluan benih. Tiap individu tanaman, dalam
jangka waktu 3 bulan akan tumbuh menjadi sekitar 10 individu. Hingga dari 1
pucuk benih itu, setelah 1 tahun, minimal akan menjadi 40 pucuk benih. Kita
bisa mengambil anakan yang kecil dan kurang sehat untuk ditanam di lokasi baru.
Hingga dari 20 m2 areal percobaan kita, dengan populasi 200 individu tanaman,
setelah 1 tahun akan diperoleh 8.000 individu tanaman. Pada waktu memanen, pucuk
tanaman (bagian yang berdaun) dengan sekitar 2 sd. 3 cm. rimpang tidak ikut
dikeringkan. bagian ini dibuang daunnya sekitar 2/3 lalu dijadikan benih untuk
periode penanaman berikutnya. Hingga pada tahun II setelah kita mulai dengan 20
m2 lahan, kita bisa kembali menanam dengan 8.000 benih pada lahan seluas 800
m2. Pada tahun III, kita sudah bisa punya 320.000 benih dengan luas lahan
sekitar 3 hektar. Pada saat inilah kita bisa investasi ketel untuk
menyulingnya. Sebab pada tahun IV sudah akan terkumpul benih sebanyak
12.000.000 benih yang bisa dibudidayakan pada lahan seluas 120 hektar. Pada
tahun V, hasil rimpang basah sudah mencapai 2.400 ton atau rimpang setengah
kering sekitar 1.200 ton. Minyak yang dihasilkan antara 42 sd. 48 ton. Dengan
nilai hanya Rp500.000,- per kg, nilai calamus oil tersebut pada tahun V akan
mencapai Rp21.000.000.000,- sd.Rp24.000.000.000,-
Sebuah angka yang cukup menarik untuk segera kita mulai dengan hanya 20 m2 lahan sawah